Saturday, July 2, 2011


بِسْمِ الله الرَّحمَنِ الرَحيم




MUHAMMAD s.a.w.


KHĀTAMAN NABIYYĪN




Diterjemahkan oleh: Ray
2 Juli 2011





----------------------------------------------------------------------------------------------------





DAFTAR  ISI


Judul Buku & Daftar Isi
Keterangan & Transliterasi Arab - Latin
Kata Pengantar
Bab – 01,        Masa-masa Awal
Bab – 02,        Panggilan Allah SWT
Bab – 03,        Fitnah & Aniaya Keji Suku Quraisy
Bab – 04,        Istiqamah (Keteguhan Hati)
Bab – 05,        Hijrah ke Madinah
Bab – 06,        Peraturan Perang Islam
Bab – 07,        Perang Badar
Bab – 08,        Perang Uhud - Pengkhianatan Bani Qainuqa
Bab – 09,        Pengkhianatan Bani Nażir
Bab – 10,        Perang Khandak - Madinah Dikepung
Bab – 11,        Pengkhianatan Bani Quraiżah
Bab – 12,        Perjanjian Hudaibiyah, Genjatan Senjata
Bab – 13,        Kemenangan Islam, Khaibar - Mekah Takluk,
Perang Mutah - Perang Hunain
Bab – 14,        Perpisahan dengan Rasulullāh s.a.w.
Bab – 15,        Contoh Keteladanan yang Sempurna

----------------- *** ------------------

KETERANGAN & TRANSLITERASI ARAB - LATIN


2.1        KETERANGAN
Di dalam buku ini pembaca dimohon perhatiannya ketika membaca nomor ayat-ayat Kitab Suci Alquran yang dicantumkan karena Penterjemah menghitung ayat “Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm - Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang sebagai ayat pertama pada setiap Surah terkecuali Surah at-Taubah atau al-Barā’ah, karena pada hakikatnya Surah at-Taubah bukan Surah yang mandiri melainkan bagian dari Surah al-Anfāl. Ini merupakan satu-satunya contoh dalam Kitab Suci Alquran tentang Surah yang dipecah menjadi dua bagian karena Surah lainnya merupakan satu kesatuan yang utuh. Bukti bahwa at-Taubah bukan satu Surah yang mandiri melainkan bagian dari Surah al-Anfāl adalah, Surah ini berbeda dari 113 buah Surah lainnya, dan atas petunjuk Ilahi, Surah at-Taubah tidak dimulai dengan Basmallāh. Dengan demikian akan terjadi perbedaan satu nomor ayat lebih besar jika pembaca menyamakannya dengan Kitab Suci Alquran yang anda miliki (terkecuali pada Surah al-Fātihah dan Surah at-Taubah). Misalnya, di dalam buku ini dicantumkan Surah al-An’biyā’ Ayat-31, maka pembaca akan menemukan isi ayat yang sama pada Surah al-An’biyā’ Ayat-30 di dalam Kitab Suci Alquran anda. Untuk nama Muhammad atau gelar beliau – yaitu Nabi atau Pendiri Islam -- senantiasa diikuti dengan lambang  s.a.w.  yang merupakan sebuah kata penghormatan Sal-lallāhu ‘Alaihi wa Sallam artinya ”Semoga Salawat dan Sallam dikaruniakan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad.” Nama-nama nabi-nabi Allah lainnya senantiasa diikuti dengan lambang  a.s.  yang berarti sebuah kata penghormatan ‘Alaihis-Salām artinya ”Semoga Salām dikaruniakan kepada Nabi ......” Lambang  r.a.  dipakai untuk kata penghormatan bagi sahabat-sahabat Nabi Muhammad s.a.w. yang artinya adalah Raḍiyallāhu ‘anhu dan dipakai untuk kaum laki-laki, Raḍiyallāhu ‘anhā yang dipakai untuk kaum perempuan, yang kedua-duanya berarti ’Semoga Allah berkenan dan menyukai....’ dan Raḍiyallāhu ‘anhum yang dipakai untuk sekumpulan banyak orang dan berarti ”Semoga Allah berkenan dan menyukai mereka”. Dan bagi umat Muslim kata penghormatan ini harus diucapkan dengan lengkap.


2.2    TRANSLITERASI ARAB - LATIN

Transliterasi Arab - Latin di dalam buku ini memakai pedoman sebagai berikut di bawah ini:

Vokal Pendek
Nama                                       Tanda              Latin                Contoh
Fatḥah                                     َ                      a                      Ja’ala
Kasrah                                     ِ                      i                       Kutiba
Ḍammah                                  ُ                      u                      Yaḥsabu

Vocal Panjang
Nama                                       Tanda              Latin                Contoh
Fatḥah-Alif, Fatḥah-Ya            َ -   َ          ā                      Anzalnā
Kasrah-Ya                               ِ                  ī                       ’Alīma
Ḍammah-Wau                         ُ                   ū                      Yatlūna

Vocal Panjang dan beralun
ã seperti dalam kata ulã’ika, atau = ĩ dalam kata

Vocal Rangkap
Nama                                       Tanda              Latin                Contoh           
Fatḥah-Ya                                 َ                 ai                     ’Alaikum
Fatḥah-Wau                              َ                  au                    Fauqa

Ta Marbutah
Ta Marbutah hidup, atau mendapat harkat Fatḥah, Kasrah, Ḍammah, transliterasi = /t/.
Contoh: Āqibatul mufsidīna.
Ta Marbutah mati, atau mendapat harkat sukun, transliterasi = /h/.
Contoh: Āqibah al-mufsidīna.

Semua kata dipisah, tapi untuk al dan lam ta’rif  memakai tanda sambung (-).

Konsonan
Arab                                       Latin
ث                                            
                                             
                                              kh
ذ                                               ż
                                              z
                                             s
                                             sy
ص                                           
ض                                           
ط                                             
ظ                                             
ء                                              ,
ع                                             
غ                                              g


----------------- *** ------------------

KATA PENGANTAR

Mempelajari kehidupan seorang nabi merupakan pekerjaan yang teramat penting dan bukan hanya pada aspek jasmaninya saja namun juga aspek akhlak dan rohaninya, sesungguhnya yang harus diketahui terlebih dahulu adalah aspek akhlak dan rohaninya karena hal itu tergambar dalam jasmani dan materinya.
Junjungan kita tercinta Nabi Muhammad s.a.w. adalah seorang manusia seperti kita semua, dan di dalam Alquran dijelaskan bahwa beliau telah diperintah oleh Allah SWT, sbb:
Qul innamā ana basyarum miṡlukum yūḥā ilayya annamā ilāhukum ilāhuw wāḥid, fa man kāna yarjū liqā’a rabbihī fal ya’mal ’amalan ṣāliḥaw wa lā yusyrik bi ’ibādati rabbihī aḥadā. ”Katakanlah, ”Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, tetapi telah diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan-mu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka barangsiapa mengharap akan bertemu dengan Tuhan-nya hendaklah ia beramal saleh dan janganlah ia mempersekutukan siapa pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya”.” (al-Kahf: 111)
Contoh itu pasti seorang manusia biasa di dalam segenap keadaannya, sebagaimana sesamanya yang juga manusia. Wujud seorang manusia-super sulit sekali untuk dijadikan contoh bagi ummat manusia.
Panca-indera, kecakapan-kecakapan, perasaan-perasaan, reaksi-reaksi, reflek-reflek, dan segenap ciri-ciri yang dimiliki oleh beliau mungkin berbeda dari manusia lainnya. Bahkan jika beliau dapat memahami manusia lainnya mungkin saja manusia tersebut tidak dapat mengerti dan memahami pribadi beliau secara lengkap. Jadi, sebagai seorang manusia sebagaimana manusia yang lainnya, Nabi Muhammad s.a.w. telah memenuhi syarat pertama yang paling penting dari wujud yang telah menjadi contoh keteladanan bagi manusia-manusia lainnya.
Beliau tidak berbeda dari mereka, memiliki panca-indera dan kecakapan-kecakapan yang sama serta dapat memahami mereka dengan sempurna. Begitu juga mereka, apabila mau mencoba untuk mengerti tentang beliau. Boleh saja jika dikatakan bahwa seorang nabi berbeda dengan orang biasa. Ini benar dalam hal-hal tertentu, namun perbedaan itu berada dalam derajatnya, dan bukan pada jenis manusianya. Setiap manusia memiliki kepribadiannya sendiri yang dalam hal tertentu telah membedakannya dari sesamanya. Karakteristik pemikiran, jasmani dan kecakapan beliau mungkin berbeda dari orang lain yang menjadi sahabat-sahabatnya dan juga mereka yang biasa bergaul dengan beliau.
Kekhususan seorang nabi yang berbeda jika dibandingkan dengan orang lainnya adalah karena nabi menikmati derajat yang amat tinggi dalam perjumpaan dengan Allah SWT. Namun dalam hal itu, bagi mereka yang percaya dan menjadi pengikut beliau, dalam derajat yang cukup besar atau pun kecil, dapat turut menikmati perjumpaan tersebut. Mereka dapat memahami sepenuhnya.
Apakah Nabi Muhammad s.a.w. turun pada saat dunia membutuhkan seorang pembimbing rohani yang universal dan menyeluruh?
Harap diingat kembali bahwa beliau dilahirkan pada tahun 570 AD (Anno Domini – sesudah Yesus) dan mulai menerima wahyu Allah pada tahun 610 AD. Dan beliau wafat pada tahun 632 AD, sehingga usia beliau adalah hampir 63 tahun atau tepatnya 62 tahun lebih beberapa bulan. Sejarah mencatat bahwa saat itu adalah waktu tergelap dari Zaman Kegelapan. Berkas cahaya lemah masih ada di sana-sini, namun di dalam keseluruhannya, ummat manusia telah kehilangan cahaya rohaninya. Cahaya dan bimbingan yang dibutuhkan itu telah diberikan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
Keadaan secara umum di dunia pada saat turunnya Nabi Muhammad s.a.w. telah dikisahkan di dalam Alquran:
Ẓaharal-fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aidin-nās. ”Kerusakan telah meluas di daratan dan lautan disebabkan perbuatan tangan  manusia.” (ar-Rūm: 42)
Jelas sekali bahwa keadaan dunia ketika Nabi Muhammad s.a.w. turun -- yang dengan lantangnya menyerukan bimbingan Ilahi yang universal dan menyeluruh -- telah dinyatakan dalam firman Allah, yang kemudian diuraikan oleh seorang Utusan yang memiliki kehidupan bersegi  banyak dan yang menjadi contoh keteladanan yang sempurna bagi umat manusia. Utusan itu adalah Nabi Muhammad s.a.w. Faktor kehebatan lain yang mendukung beliau adalah tidak ada seorang pun yang mampu mendekati kesuksesan dan ciri-ciri beliau dalam membimbing manusia ketika mereka amat membutuhkannya. Kesimpulan akhirnya bahwa beliau adalah “sarana” yang sejak sebelumnya telah ditetapkan Allah SWT untuk memperbaiki umat manusia.
Asalnya dari mana dan apa latar belakangnya?
Hadis-hadis sahih telah membuktikan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. adalah keturunan Nabi Ibrahim a.s., Sang Kepala Keluarga Agung, yang telah dinyatakan sebagai sahabat karib Allah di dalam Alquran melalui putranya Nabi Ismail a.s.
Wa man aḥsanu dīnam mim man aslama wajhahū lillāhi wa huwa muḥsinuw wattaba’a millata Ibrāhīma ḥanīfā wattakhażāllāhu Ibrāhīma khalīlā. “Dan siapakah  yang lebih baik agamanya dari orang yang sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada Allah, dan ia seorang pelaku kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang tulus ikhlas? Dan, Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai sahabat karib.” (an-Nisā: 126)
Kira-kira 1.5 abad sebelum Nabi Muhammad s.a.w. lahir -- Quṣai bin Kilab bin Murrah keturunan Fihr mantan kepala-suku Quraisy -- telah menikah dengan putri Khuzā kepala-suku di zaman itu, dan Khuzā adalah penjaga Ka’bah sebagaimana nenek moyangnya Fihr yang Quraisy adalah penjaga Ka’bah juga di zamannya.
Quṣai adalah seorang pemuda aktif dan pintar yang telah membuatnya menjadi sangat berguna bagi mertuanya, dan sering disuruh olehnya sebagai wakil dalam melaksanakan peragaan ritual di Ka’bah. Ketika Khuzā yang kepala-suku itu wafat, Quṣai bermaksud mengangkat dirinya menjadi penjaga Ka’bah. Suku Khuzā menolak, dan menda’wa bahwa suku mereka memiliki hak waris pada posisi itu, dan mereka mengangkat senjata. Quṣai memanggil kerabatnya untuk mendukung dan melawan mereka, dan di dalam peperangan itu suku Khuzā kalah. Akibat dari gerakan yang sukses itu, suku Quraisy menjadi pemilik Lembah Mekah dan suku Khuzā tenggelam menjadi bawahan mereka.
Quṣai adalah seorang laki-laki yang memiliki watak dan kecerdasan yang mengagumkan. Ia membujuk suku Quraisy membangun rumah di sekeliling Ka’bah untuk menggantikan tenda-tenda, dan juga di lembah sekelilingnya. Suku Quraisy terdiri dari 36 keluarga dan hal itu berlangsung selama beberapa abad. Nampaknya, hanya keluarga penting saja atau kerabat dekat Quṣai saja yang dapat membangun rumah di sekeliling Ka’bah. Yang lainnya tinggal di tempat jauh, mungkin di tenda-tenda, dan sebagiannya tetap berada dalam keadaan nomad di gurun. Selaku masyarakat yang mapan, Mekah telah menarik beragam individu, sehingga penghuninya bukan hanya suku Quraisy.
Pada abad ke-6 AD, suku Quraisy mulai memimpin perdagangan-Timur, sebagian keluarga berkembang menjadi kaya dan membutuhkan para pembantu. Mereka mulai mengumpulkan budak-budak dan pelayan-pelayan lokal, menyewa para penjaga bersenjata untuk kafilah-kafilah, tukang-tukang yang ahli seperti tukang kayu, pembuat pedang, penenun dan pekerja kulit. Masyarakat yang bertumbuh tersebut mampu menarik para pengungsi, yaitu anggota suku yang melarikan diri dari sukunya dan dengan mengandalkan hubungan darah, mereka ingin menikah dan menetap di Mekah. Masyarakat kota mulai bertumbuh, dan tidak terbatas kepada satu suku saja.
Quṣai mengorganisasikan orang-orang yang ingin berziarah haji ke Ka’bah. Ia menggolongkan keturunannya dan masing-masing diberi tugas tersendiri. Penjagaan Ka’bah dipercayakan kepada anak-sulungnya Abdud Dar yang diwariskan kepada anak-anaknya. Ziarah haji tahunan berlangsung tiga hari, dan selama itu sejumlah besar orang-orang Arab dari seluruh semenanjung datang ke Mekah. Quṣai memutuskan bahwa suku Quraisy harus menyediakan makan-minum bagi para peziarah haji yang miskin selama waktu itu, dan mengumpulkan pajak yang disebut rifada. Walau ritual keagamaan hanya berlangsung tiga hari, namun sederetan bazar-bazar telah diadakan sebelumnya di berbagai tempat di sekitarnya selama beberapa minggu. Karena suku Quraisy telah berubah dari peternak menjadi pedagang, maka bazar-bazar itu telah memberi kesempatan kepada mereka untuk menjual barang-barang yang disediakan oleh kafilah-kafilahnya.
Suatu perubahan yang mengagumkan telah diperkenalkan oleh Quṣai sehubungan dengan kalender. Hingga saat  itu suku-suku Arab memakai kalender bulan, suatu sistem yang mudah bagi orang buta-huruf di negeri itu karena perubahan bentuk bulan jarang sekali tertutup kabut. Namun tahun-bulan yang berjumlah 12 bulan itu tenyata lebih pendek kira-kira 11 hari dibanding dengan tahun-matahari. Ziarah haji dilakukan di bulan ke-12 tahun-bulan dan menjadi berkurang 11 hari untuk setiap tahunnya ketimbang tahun-matahari. Jadi, dalam perjalanan 33 tahun-bulan, ziarah haji telah berputar secara lengkap dan menggenapi tahun kalender.
Quṣai memutuskan bahwa waktu yang paling tepat untuk ziarah haji adalah jika dilakukan di musim gugur. Berdasarkan itu ia membujuk orang-orang Arab untuk menerima bulan-kabisat pada setiap tiga tahun, sehingga tahun-bulan bisa cocok dengan tahun-matahari. Walau sistem ini tidak terlalu tepat namun hal itu merupakan suatu upaya yang mengagumkan dari seorang kepala suku primitif di gurun-gurun Arabia.
Kepala-kepala suku Arab yang nomad, tidak pernah melaksanakan kekuasaan otokratis dan kebijakan suku selalu dibicarakan secara terbuka. Quṣai membuat diskusi tersebut menjadi aspek resmi dan segera membangun sebuah bangunan di seberang Ka’bah, yang disebut Dar-un-Nadwa atau Balai Permusyawaratan.
Quṣai wafat antara tahun 450 – 460 AD, dan mewariskan jabatannya kepada anak sulungnya yaitu Abdud Dar. Pada generasi kedua, keturunan dari anak keduanya Abdul Manaf telah bertengkar dalam berebut kepemimpinan dengan keturunan Abdud Dar sang anak sulung. Lalu suatu kompromi dilakukan, dan keluarga Abdud Dar tetap menjaga Ka’bah dan Balai Permusyawaratan serta hak memegang panji-suku di dalam perang yaitu mereka memimpin pasukan dan menetapkan strategi formasi tempur.
Keluarga Abdul Manaf bertugas menarik pajak rifada, dan menyediakan makan minum untuk para peziarah haji. Sejumlah pungutan umum pun dibagi-bagi ke cabang-cabang keluarganya. Seratus tahun kemudian suku Quraisy pun telah berubah menjadi kapitalis-kapitalis di perdagangan-Timur pada paruh kedua abad ke-6. Selama waktu tersebut keluarga tertentu yaitu keturunan Abdul Manaf dan keturunan Makhzūm telah menjadi kaya, sementara keluarga yang lainnya tetap saja miskin. Namun mayoritasnya memperoleh semangat dagang dan bahkan penduduk Mekah yang awam pun ikut melakukan investasi dalam perdagangan model apa saja sehingga mereka bisa menabung. Sebagiannya bergabung dalam suatu perkumpulan dan berdagang sebagai kafilah dengan modal uang mereka sendiri dan membagi untung dari laba yang diperolehnya.
Jadi orang-orang terkemuka di Mekah bukan semata-mata bekerja sebagai kafilah belaka, namun mereka adalah pemilik modal alias kapitalis. Mereka sendiri turun ke lapangan dan naik ke kapal India di pelabuhan Aden, lalu mereka membeli barang-barang dan mengangkutnya ke Mekah kemudian ke Siria, Gaza dan Mesir. Di Damaskus atau di Mesir mereka membeli barang-barang buatan lokal dan mengangkut balik ke Mekah, lalu menjualnya ke suku-suku Arab pada bazar-bazar yang diadakan ketika ziarah haji tahunan tiba.
Rute kafilah tambahan timbul dari Mekah ke Lembah Efrata melintasi arah selatan gurun pasir Nefūd dan rute ini memberikan laba komersil tambahan bagi orang-orang Mekah. Namun jalur perdagangan yang utama adalah perdagangan-Timur, yaitu dari Aden ke Siria dan ke Mesir. Anak sulung Abdul Manaf yang bernama Abdusy Syams, benar-benar aktif di perdagangan ini dan telah berhasil memupuk keuntungan. Sibuk dengan urusan perdagangan yang mengeruk uang, ia tidak menjalankan tugas-tugas umum di Mekah, karena waktunya habis dalam perjalanan dagangnya. Sebagai akibatnya, Hasyim anak kedua Abdul Manaf menjalankan tugas keluarga. Ia juga berhasil mengumpulkan uang dan ia kaya raya. Kantornya dibuat untuk melayani keperluan para peziarah haji, dan Hasyim bertindak bagaikan seorang pangeran yang murah hati.
Ia memohon kepada suku Quraisy sebagaimana dilakukan oleh kakeknya Quṣai: ”Kalian adalah tetangga Allah, dan juga penjaga Rumah-Nya. Orang-orang yang ziarah haji ke Ka’bah adalah tamu-Nya, dan kewajiban kalian untuk melayani mereka dengan baik. Kalian telah secara khusus dipilih untuk kemuliaan ini, karenanya hormatilah tamu-Nya dan segarkanlah mereka. Mereka datang dari jauh, untanya letih dan kurus, mereka datang kepadamu dengan tubuh lemah, tidak terurus,  rambutnya kusut dan penuh debu serta kotor di sepanjang perjalanan. Undang mereka dengan ramah dan berilah mereka air yang melimpah.”
Hasyim memberi contoh sebuah kemurahan hati, dan suku Quraisy setuju memberi bantuan sesuai kemampuan masing-masing. Air yang cukup untuk orang banyak telah dikumpulkan di tangki di dekat Ka’bah dan juga di terminal yang terletak di jalan yang menuju Arafat. Pembagian makanan dimulai pada hari rombongan ziarah haji keluar dari Mina dan Arafat, serta terus berlangsung sampai mereka berangkat pulang. Selama waktu lima atau enam hari mereka disuguhi daging dengan roti, keju dan jawawut, dan ditambah dengan makanan nasional favorit yaitu korma.
Hasyim telah mengharumkan nama baik kota Mekah. Tapi namanya sendiri lebih terkenal sebagai dermawan yang agung dalam masa kelaparan, ia mampu memenuhi kebutuhan sesama penduduk sekota. Ia berangkat ke Siria dan membeli gandum untuk persediaan, dan mengangkutnya dengan unta kembali ke Mekah. Bahan-bahan itu dimasak, unta disembelih dan dagingnya dipanggang, serta dibagikan ke seluruh penduduk kota. Kemiskinan dan duka-cita berubah menjadi gelak-tawa dan berkelimpahan, begitulah adanya, kehidupan yang baru telah dimulai setelah tahun-tahun yang langka berlalu.
Hubungan luar-negeri suku Quraisy dilakukan oleh putra-putra Abdul Manaf. Dengan penguasa Imperium Romawi dan pangeran Gassan, Hasyim membuat perjanjian, dan ia menerima ketetapan tertulis Kaisar yang memberi jaminan tertulis bahwa Quraisy bebas masuk ke Siria dengan pengawalan. Abdusy Syams membuat perjanjian dengan Najaṣi sehingga Quraisy diperbolehkan berdagang dengan Kerajaan Abesinia yang dikenal juga dengan nama Habsyah dan di zaman sekarang dikenal dengan nama Ethiopia. Naufal dan Al-Muṭalib bersekutu dengan Raja Persia yang mengizinkan pedagang Mekah berdagang di Iraq dan Parsi, dan dengan Raja-Raja Himyar yang mendorong mereka untuk mendirikan perdagangan di Yaman.
Hubungan suku Quraisy menjadi leluasa di semua arah mata angin. Hasyim mendirikan perusahaan dagang yang tetap dan tidak berubah bagi orang-orangnya, dan setiap musim dingin kafilah pertama berangkat ke Yaman dan Abesinia, sedang pada musim panas kafilah kedua berangkat menuju pasar-pasar di Gaza, Ancyra dan Siria. Kesuksesan dan kemashuran Hasyim telah membuat iri-hati Umayyah yaitu anak kakaknya sendiri Abdusy Syams. Memang Umayyah kaya raya namun ia menghabiskan hartanya secara sia-sia dengan harapan bisa menyaingi kemurahan hati pamannya Hasyim. Suku Quraisy memahami upayanya, dan mereka malahan berbalik mengejeknya.
Umayyah menjadi marah dan menantang Hasyim untuk bertanding siapa yang lebih unggul. Hasyim segan mengikuti pertandingan itu, namun akhirnya ia mengikuti saran pemimpin Quraisy yaitu pihak yang kalah harus menyerahkan 50 ekor unta bermata-hitam dan diasingkan dari Mekah selama 10 tahun. Khuza’ita si-peramal ditunjuk menjadi wasit, dan setelah mendengar da’waan keduanya, Hasyim diumumkan sebagai pemenang. Hasyim menyembelih ke-50 ekor unta itu di Lembah Mekah, dan terus dibagi-bagikan kepada seluruh orang yang hadir. Umayyah pindah ke Siria dan tinggal di sana selama masa pengasingannya.
Usaha Hasyim sangat maju dan ketika pergi ke utara, ia mengunjungi Yaṭrib (Sekarang Madinah) dan mengadakan pesta Quraisy. Di sana, ia tertarik oleh sosok tubuh indah seorang perempuan, yang ia amati dari suatu ketinggian ketika ia memimpin orang-orangnya untuk melayani gadis itu berbelanja. Hasyim bertanya kepada penduduk kota itu apakah ia masih lajang, dan mereka menjawab bahwa perempuan itu pernah menikah namun sekarang sudah bercerai. Mereka menerangkan bahwa perempuan itu berwibawa dan ia tidak mau nikah, kecuali dengan syarat ia bisa menjadi ibu rumah tangga atas kemauannya sendiri, dan memiliki kebebasan untuk meminta cerai.
Perempuan itu bernama Salmah, putri Amir Banu Najar yang berasal dari keluarga Khazraj. Hasyim ingin menikahinya dan gadis itu juga setuju karena ia tahu bahwa Hasyim terkenal dan berasal dari keluarga mulia. Sesudah menikah, Salmah mengikuti Hasyim ke Mekah, namun setelah melahirkan putra laki-laki ia kembali ke Yaṭrib, dan putranya tetap tinggal bersama ibunya di Yaṭrib. Kemudian Hasyim wafat beberapa tahun setelah berdagang di Gaza, dan mewariskan segala kemuliaannya kepada saudaranya Al-Muṭalib.
Ketika putra Hasyim telah bertumbuh ke dalam masa kanak-kanak, Al-Muṭalib pergi ke Yaṭrib untuk menjemputnya. Saat kembali pulang, penduduk Mekah melihatnya lewat dengan membawa seorang anak laki-laki, dan mereka mengira bahwa ia telah membeli seorang budak, lalu mereka memanggilnya: “Abdul Muṭalib - Abdul Muṭalib.” (Budak Muṭalib). Al-Muṭalib menjelaskan kepada mereka bahwa anak itu adalah anak kandung Hasyim yang juga keponakannya namun ia lupa namanya, dan anak yang sebenarnya bernama Syaiba itu terlanjur dikenal sebagai Abdul Muṭalib.
Lalu Abdul Muṭalib dinyatakan sebagai ahli-waris harta ayahnya Hasyim, namun Naufal paman lain adik Muṭalib telah menolaknya dan dengan kasar menghalanginya. Setelah mencapai usia matang Abdul Muṭalib membujuk suku Quraisy untuk membantunya melawan orang yang mengambil haknya, tapi mereka menolak. Kemudian ia menulis surat kepada kerabat ibunya di Yaṭrib, dan begitu surat diterima, keluarga Yaṭrib mengirim 80 orang bersenjata yang langsung berangkat ke Mekah. Kemudian Abdul Muṭalib menemui suku Quraisy dan mengundang mereka ke rumahnya, namun kepala sukunya menolak dan meminta Naufal dipanggil.
Lalu Abdul Muṭalib langsung pergi menuju ke Ka’bah dan melihat Naufal sedang duduk di antara para pemimpin Quraisy lainnya. Naufal mempersilahkan duduk namun si orang asing itu menolak dan mencabut pedangnya serta menyatakan bahwa ia akan membantainya kecuali anak yatim itu dikembalikan hak-haknya. Naufal ketakutan dan menyetujui syarat itu, yang kemudian disahkan dengan sumpah di hadapan dewan suku Quraisy.
Beberapa tahun kemudian Al-Muṭalib wafat, dan Abdul Muṭalib menggantikannya serta melayani peziarah haji. Namun ia lemah dalam segi kekuatan dan pengaruh, sehingga pada saat itu hanya satu anak saja yang membantunya dalam menjalankan tugasnya yaitu Hariṡ, ia merasakan bahwa sangat berat melawan penentang Quraisy. Pada zaman itulah ia menemukan sumur kuno yaitu sumur air Zam Zam.
Menyadari sulitnya menyediakan air bagi para peziarah haji dari sumur kering di Mekah dan ditampung tangki-air dekat Ka’bah, juga karena ia faham sejarah tentang sejarah adanya sumur itu, lalu ia membuat riset yang baik dan akhirnya peluang diperolehnya di bangunan batu yang dihormati orang-orang. Itu adalah sisa-sisa kemakmuran ketika Mekah dibanjiri orang-orang kaya dan arus perdagangan yang tak pernah berhenti. Abad demi abad berlalu sejak perdagangan berhenti, dan kondisi Mekah jadi menurun serta sumur itu pun dilupakan orang. Di perjalanan sang waktu, ingatan tentang hal itu menjadi pudar bahkan lokasi sumurnya pun tidak diketahui lagi. Ketika Abdul Muṭalib yang dibantu putranya Hariṡ meneruskan galian-nya, ia menemukan dua buah patung kijang dari bahan emas, pedang-pedang dan baju-zirah yang dikubur oleh Raja Jurhumit lebih dari tiga abad sebelumnya.
Suku Quraisy merasa cemburu atas penemuan harta itu, dan mereka menda’wa untuk meminta bagian dari Abdul Muṭalib serta menyatakan bahwa mereka juga memiliki hak karena sumur itu adalah milik nenek-moyang mereka yaitu Nabi Ismail a.s. Abdul Muṭalib tidak memiliki kekuatan untuk menolak da’waan itu, namun ia setuju jika merujuk panah-undian Hubal, yaitu dewa yang patungnya dipasang di dalam Ka’bah. Undian kesatu menunjuk Ka’bah dan dua lainnya masing-masing kepada kedua belah pihak.
Kijang emas jatuh menjadi bagian pihak Ka’bah, pedang dan baju-zirah menjadi milik Abdul Muṭalib dan panah Quraisy menunjuk nol. Setelah menyetujui kehendak dewa Hubal, mereka melepas tuntutan atas sumur air Zam-zam tersebut. Abdul Muṭalib merubah kijang itu menjadi batangan emas dan memasangnya sebagai hiasan ornamen di pintu Ka’bah. Ia memasang pedang-pedang di samping pintu sebagai pelindung harta yang ada di dalamnya; namun ditambah penjaga lain yang berupa gembok dan kunci emas.
Air Zam-zam yang melimpah dari sumur yang baru ditemukan menjadi kemenangan besar bagi Abdul Muṭalib. Sumur-sumur lain di Mekah semuanya kering, dan satu-satunya yang berisi hanya sumur itu. Dari sana Abdul Muṭalib memberi air kepada para peziarah haji dan sumurnya sendiri menjadi bagian dari kesucian Ka’bah dan ritualnya. Kemasyhuran dan pengaruh Abdul Muṭalib menjadi bertambah besar, sejumlah besar keluarga dengan banyak anak laki-laki telah menambah kemuliaannya; dan ia menjadi pemimpin Mekah sampai saat meninggalnya.
Selama masa-masa sulitnya yang ditemani satu-satunya anak laki-laki, Abdul Muṭalib merasa begitu lemah dalam menghadapi lawannya dari keluarga lain yang berpengaruh, lalu ia bersumpah bahwa jika Dewa Hubal menganugerahi 10 anak laki-laki maka salah satunya akan dikorbankan kepadanya. Tahun-tahun telah berlalu dan akhirnya ia dikerumuni oleh sejumlah nama anak laki-laki yang begitu banyak, dengan pandangan sehari-hari yang mengingatkannya kepada sumpahnya sendiri.
Lalu ia mengajak anak-anaknya masuk ke dalam Ka’bah, masing-masing anaknya harus menuliskan nama pada undian panah Hubal yang dibuat untuk korban Ka’bah, dan akan diramal sebagaimana biasanya. Lemparan panah itu jatuh kepada Abdullah, anak yang paling disayang olehnya. Janji harus ditepati dengan pengorbanan nyawa Abdullah. Putri-putrinya menangis dan memeluknya serta ia dibujuk untuk melempar panah undian antara Abdullah dengan 10 ekor unta, yang merupakan syarat pengganti uang darah bagi nyawa satu orang manusia.
Jika tebusan diterima si anak  bisa selamat tanpa terkena hukuman. Namun undian kedua jatuh pada Abdullah. Diulangi lagi dengan keberuntungan yang sama, nubuatan antara anak dengan 10 unta. Dalam setiap undian yang berturut-turut sang ayah menambahkan 10 ekor unta sebagai tebusan, namun undian menunjukkan bahwa darah anaknya yang diinginkan. Sekarang lemparan yang ke-10, tebusan sudah mencapai 100 ekor unta, dan ketika anak panah undian jatuh kepada unta maka sang ayah dengan senang hati melepaskan Abdullah dari taqdirnya, dan ia menyembelih 100 ekor unta antara Safā dan Marwa. Penduduk Mekah berpesta daging unta, namun Abdul Muṭalib dan keluarganya menolak ikut, sisa-sisa daging unta menjadi santapan binatang dan burung-burung.
Kemakmuran dan kemasyhuran Abdul Muṭalib telah menimbulkan rasa cemburu Bani Umayyah, dan anaknya yang bernama Harb, menantangnya untuk bertanding. Raja Abesinia menolak menjadi wasit, dan hakimnya dipilih dari suku Quraisy, yang kemudian menyatakan pemenangnya adalah Abdul Muṭalib. Perasaan Harb kecewa dalam sekali dan ia mengasingkan diri dari masyarakat yang sekarang menjadi lawannya padahal dulunya adalah sahabatnya.
Abdul Muṭalib berhasil memperoleh akses penting bagi kemantapan pihaknya dengan membuat perjanjian pertahanan dengan Khuzā yang tetap menjadi penduduk Mekah. Khuzā datang menemuinya dan menyatakan karena telah menjadi satu, maka perjanjian keamanan berlaku untuk kedua belah pihak. Abdul Muṭalib bergerak cepat dalam menerima hal itu. Dengan ditemani 10 pengikutnya ia berunding dengan Bani Khuzā di Ka’bah dan mereka telah bersumpah bersama-sama.
Perjanjian telah dituliskan dan digantung di dalam Ka’bah. Tak seorang pun dari Bani Umayyah yang datang, atau pun benar-benar mengetahui ditanda-tanganinya perjanjian itu sampai hal itu dipublikasikan.
----------------- *** ----------------




SILSILAH SUKU QURAISY DARI LEMBAH MEKAH
+/- Abad ke-4 s/d ke-7


Fihr     -----------          1. Al-Hariṡ, 2. Galib
Galib   -----------          1. Lu’ai
Lu’ai   -----------          1. Amir, 2, Kāb
Kāb     -----------          1. Husais, 2. ‘Adi, 3. Murrah
Hussais-----------          1. ‘Amr
‘Amr    -----------          1. Sahm, 2. Jumah
Murrah ---------          1. Kilab, 2. Taim, 3. Yaqazah
Yaqazah ---------          1. Makhzūm
Kilab   -----------         1. Quṣai, 2. Zuhra
Quṣai  -----------         1. Abdud Dar, 2. Abdul Manaf, 3. Abd, 4. Abdul Uzzah
Abdul Manaf --          1. Abdusy Syam, 2. Hasyim, 3. Al-Muṭalib, 4. Naufal
Hasyim ----------          1. Abdul Muṭalib
Abdul Muṭalib -         1. Hariṡ, 2. Abu Lahab, 3. Abdullah, 4. Abu Ṭalib, 5. Zubair, 6. Abbas, 7. Hamzah, dan 5 putra lainnya, a. Ṣafiyah, b. Umaimah, dan 4 putri lainnya
Abdullah --------         1. Nabi Muhammad s.a.w.
-------------------------------------------------------------------------------------
Abu Ṭalib ------- 1. Ṭalib, Jafar, Aqil, Sayidina Ali r.a.
----------------- *** ----------------



SILSILAH NABI MUHAMMAD s.a.w. & KAUM KERABAT
+/- Abad ke-5 s/d ke-7


Quṣai  ------------        1. Abdul Manaf, 2. Abdul Uzzah
-------------------------------------------------------------------------------------------
Abdul Uzzah ---         1. Asad
Asad    ------------        1. Khuwailid
Khuwailid -------        1. Khadijah 2. Hallah, 3. Al Awwam
Hallah + Rabi’i --        1. Abul Aas + Zainab
Al-Awwam ------        1. Zubair
Zubair -----------          1. Urwah
-------------------------------------------------------------------------------------------
Abdul Manaf ---        1. Abdusy Syam, 2. Hasyim
-------------------------------------------------------------------------------------------
Abdusy Syam --         1. Umayyah
Umayyah  -------         1. Harb, 2. Abu al-Aṣ
-------------------------------------------------------------------------------------------
Harb   ------------         1. Abu Sufyan
Abu Sufyan ----         1. Yazid, 2. Mu’awiyah, 3. Ummi Habibah
-------------------------------------------------------------------------------------------
Abu al-Aṣ -------         1. Affan
Affan -------------         1. Sayidina Uṡman + Rugayyah/Umi Kulṡum
--------------------------------------------------------------------------------------------
Hasyim -----------         1. Abdul Muṭalib
Abdul Muṭalib  -        1. Hariṡ, 2. Abu Lahab, 3. Abdullah, 4. Abu Ṭalib, 5. Zubair, 6. Abbas, 7. Hamzah, dan 5 putra lainnya, a. Ṣafiyah, b. Umaimah, dan 4 putri lainnya
---------------------------------------------------------------------------------------------
Abdullah ---------        1. Nabi Muhammad s.a.w.
Nabi Muhammad s.a.w.Putra yang wafat masih kecil dan bayi: 1. Al-Qasim, 2. Abdullah, 3. Ibrahim. Putri: 1. Zainab, 2. Rugayyah, 3. Umi Kulṣum, 4. Fatimah
--------------------------------------------------------------------------------------------
Abu Ṭalib --------        1. Ṭalib, Jafar, Aqil, Sayidina Ali + Fatimah.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Abbas -------------        1. Faḍl
--------------------------------------------------------------------------------------------
Umaimah + Jahsy  1. Abdulah, 2. Zainab, Ubaidullah
--------------------------------------------------------------------------------------------
Sayidina Ali -----        1. Hassan 2. Husain

----------------- *** ----------------


Penulis                         Muhammad Zafrulla Khan.
Mantan Wakil Ketua Mahkamah Internasional di Denhāg (1958-1961). Ketua Dewan Umum PBB Sesi ke-17 di New York, (1962-1963). Ketua Mahkamah Internasional di Denhāg, tahun (1970-1973).
Silsilah                         Dikutip dari buku Muhammad, a Biography of the Prophet, karya Karen Amstrong.
Diterjemahkan oleh            : Ray